iklan

Selasa, 01 Maret 2011

suluk


     1.   Pengertian Suluk
Suluk ialah suatu program latihan rohani dengan menjalankan amalan lahir dan amalan bathin yang tujuannya adalah semata-mata mendekatkan diri kepada Allah SWT (Taqarrub Ilallah) dan mengharap ridho-Nya (Mardhatillah) dengan disertai perjuangan keras (Mujahadah) melawan hawa nafsu.
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab-II tentang tahapan-tahapan seorang hamba yang berjalan menuju Allah swt, dikatakan bahwa : “Seorang salik ( orang yang  berjalan menuju Allah ) untuk mencapai “hakekat kebenaran yang hakiki” harus menempuh proses empat marhalah/tahapan :
     Pertama :  Marhalah Amal Lahir artinya berkekalan melakukan amal ibadah baik yang wajib ataupun yang sunnah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw atau disebut usaha menghias diri dengan Amalan Syari’at.
     Kedua : Marhalah Amal Bathin atau Muraqabah yaitu berusaha dengan sungguh-sungguh mensucikan diri dari maksiat lahir dan bathin (takhalli) dengan cara taubat dan istighfar, memperbanyak zikir dan shalawat, menundukkan hawa nafsu dan menghiasi diri dengan amal terpuji/mahmudah lahir dan bathin (tahalli) atau disebut menjalankan AmaliyahThariqah.
Pada tahap ini, setelah hati dan rohani telah bersih karena terisi oleh zikir-zikir, istighfar, shalawat, maka dengan rahmat Allah datanglah Nur yang dinamakan Nur Kesadaran.
     Ketiga : Marhalah Riyadhah dan Mujahadah yaitu berusaha melatih diri dan melakukan jihad lahir dan bathin untuk menambah kuatnya kekuasaan rohani atas jasmani, guna membebaskan jiwa dari belenggu nafsu duniawi, supaya jiwa itu menjadi suci bersih bagaikan kaca yang segera dapat menangkap apa-apa yang bersifat suci, sehingga akan beroleh berbagai pengetahuan yang hakiki tentang Allah dan kebesaran-Nya. Pada tahap ini, mulailah jiwa sedikit demi sedikit merasakan hal-hal yang halus serta rahasia, merasakan kelezatan dan kedamaian, dan merasakan nikmatnya iman dan taqwa dalam jiwanya. Kemudian selanjutnya datanglah kasyaf/keterbukaan mata hati, menyusul terbuka hijab sedikit demi sedikit sehingga sampailah ia kepada Nur Yang Maha Agung sebagai puncak tahap/marhalah ketiga. Nur ini dinamakan  Nur Kesiagaan yakni kesiagaan dalam muhadarah bersama Allah. Tahap ini juga disebut Tahap Hakikat.
     Keempat :  Marhalah Fana-Kamil  yaitu jiwa si salik telah sampai kepada martabat syuhudul haqqi bil haqqi yakni melihat hakekat kebenaran. Kemudian terbukalah dengan terang berbagai alam rahasia baginya yaitu rahasia-rahasia ke-Tuhanan/Rabbani. Dalam pada itu berolehlah dia nikmat besar dalam mendekati Hadrat Ilahi Yang Maha Tinggi. Tahap ini juga disebut dengan Tahap Ma’rifat. Dalam situasi seperti inilah dia menemukan puncak mahabbah dengan Allah, puncak kelezatan yang tiada pernah dilihat mata, tiada pernah di dengar telinga, dan tiada pernah terlintas dalam hati sanubari manusia, tidak mungkin disifati atau dinyatakan dengan kata-kata. Pada marhalah ini sebagai puncak segala perjalanan, maka datanglah Nur yang dinamakan  Nur Kehadiran.
2.    Dasar Hukum Suluk
Seseorang tidak akan sampai kepada ma’rifah, melainkan dengan berkhalwat (melaksanakan suluk).
Nabi Muhammad SAW melaksanakan suluk (berkhalwat) di Gua Hira sampai datang perintah untuk berda’wah, sebagaimana tersebut dalam hadits Bukhari : “Diberi kesenangan kepada Nabi SAW, untuk menjalani khalwat di Gua Hira, maka beliau mengasingkan diri di dalamnya, yakni beribadat beberapa malam yang berbilang-bilang.”
Tujuan berkhalwat itu adalah untuk ibadah, guna mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah).
          Firman Allah :
 “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (Q.S. Al-Kahfi: 110)
Dari ayat tersebut di atas, para penganut thariqah menganggap termasuk amal saleh berkhalwat menurut cara-cara tertentu.
Jangan dianggap berkhalwat itu tidak ada dasarnya dalam agama, bahkan dilakukan oleh Nabi dan Sahabat. Nabi Musa pun telah melakukannya sebagaimana maksud firman Allah :
 “Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan." (Q.S. Al-A’Raaf : 142)
Menurut kitab-kitab Tafsir yang mu’tabar, antara lain “Al-Futuhatul Ilahiah”, “Al-Khazin”, “Al-Maraghi” bahwa Nabi Musa telah menyatakan kepada kaumnya, Bani Israil, bahwa jika Allah menghancurkan musuh-musuh mereka, yakni Fir’aun dan pengikut-pengikutnya maka Ia akan menurunkan kitab Taurat kepadanya.
Setelah musuh kalah, maka Nabi Musa mohon kepada Allah supaya kitab Taurat yang dijanjikan itu, diturunkan.
Maka Allah menyuruh Nabi Musa berkhalwat di bukit Thursina selama 30 malam, dengan berpuasa dan beribadat. Setelah cukup 30 hari, Nabi Musa merasa mulutnya berbau, maka digosoknya giginya dengan sepotong kayu khurnub.
Menurut sebagian ahli tafsir, dimakannya daun kayu khurnub itu untuk menghilangkan bau mulutnya.
Maka Malaikat berkata kepada : “Kami mencium bau wangi kasturi dari mulutmu, lantas kamu hilangkan (rusakkan) dengan menggosok gigi.”
Sesudah itu Allah memerintahkan ia berpuasa lagi selama 10 hari, dan berfirman : “Tidak tahukah kamu, wahai Musa, bahwa bau mulut orang berpuasa itu di sisi-Ku lebih wangi dari bau kasturi (miski).”
Nabi Musa berpuasa dan menegakkan ibadat dengan berkhalwat itu menurut kebanyakan ahli tafsir, pada bulan Zulkaedah selama sebulan, dan ditambah lagi 10 hari pada bulan Zulhijjah.
Jadi berkhalwat itu sudah dilakukan orang sejak zaman Nabi Musa, dan syari’at Nabi Musa tentang khalwat itu masih berlaku sampai kepada Nabi kita Muhammad SAW, belum mansukh.
Menurut Bukhari dan Muslim muttafaq ‘alaihi, dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bahwa Nabi SAW bersabda : “Ada tujuh orang mendapat naungan Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya (qiamat) :
  1. Pemimpin yang adil.
  2. Seorang anak muda yang pada masa remajanya, beribadat kepada Allah.
  3. Seorang laki-laki yang hatinya tersangkut ke masjid-masjid.
  4. Dua orang laki-laki yang saling cinta-mencintai pada jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah pula.
  5. Seorang laki-laki diajak (dirayu) oleh seorang wanita bangsawan (berkedudukan tinggi) dan berparas cantik untuk melakukan perbuatan yang tak senonoh, dia menolak dan berkata : “Aku takut kepada Allah.”
  6. Seorang laki-laki yang bersedekah dengan satu sedekah, kemudian disembunyikannya, sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang dibelanjakan oleh tangan kanannya.
  7. Seorang laki-laki yang berzikir kepada Allah di tempat sunyi (berkhalwat/ khalian), lantas kedua matanya mencucurkan air mata.”
Menurut hadits itu diterangkan bahwa salah seorang yang akan mendapat naungan Allah nanti pada hari qiamat, adalah orang berzikir kepada Allah dengan berkhalwat.
Menurut sebagian ahli-ahli hadits (Muhadditsin), yang dimaksud dengan “khalian” itu ialah berdzikir sendirian, jauh dari khalayak ramai. Hal itu dimaksudkan selain untuk menghindarkan ria, juga lebih membulatkan konsentrasi berzikir kepada Allah.
Dalil yang menguatkan pendapat ini, antara lain hadits riwayat Ibnu Mubarak dan Hammad bin Zaid dengan susunan kalimat “dzakarullah khalian”.
Sebagian Muhadditsin menyatakan maksud “sunyi”, “khalian” dalam hadits itu ialah sunyi dari perhatian selain kepada Allah meskipun berzikir itu dilakukan di tempat ramai.
Adapun di sukai berkhalwat itu 40 hari, karena Nabi SAW menurut hadits riwayat Ahmad dalam “Az-Zuhdi” dan Ibnu ‘Adi, bersabda : “Barangsiapa (beramal) dengan ikhlas karena Allah selama 40 hari (pagi), niscaya terpancarlah sumber-sumber hikmah dari hatinya ke lidahnya.”
Menurut Najmuddin Amin Al-Kurdi dalam kitabnya “Tanwirul Qulub”, sekurang-sekurangnya suluk itu 3 hari. Boleh juga 7 hari dan sebulan sesuai dengan perbuatan Nabi SAW. Paling baik 40 hari.
3.         Pelaksanaan Suluk
Didalam melaksanakan program suluk sebelumnya kita harus mengenal terlebih dahulu bulan-bulan Islam (Qamariyah) yaitu : Muharram, Safar, Rabiul Awwal, Rabiul Akhir, Jumadil Awwal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Zulkaedah, Zulhijjah.
Di antara bulan-bulan tersebut yang baik untuk melaksanakan Suluk adalah sebagai berikut :
1.   Muharram dari tanggal 1 s/d 10, yang ditutup puasa Asyura (10 Muharram), niatnya digabungkan dengan puasa sunnat Muharram.
2.   Rajab, tanggalnya tidak tertentu ( boleh awal, tengah, akhir ).
3. Sya’ban, dianjurkan awal atau pertengahan, digabungkan niatnya dengan puasa sunnat Sya’ban.
4. Ramadhan, tanggalnya tidak tertentu. Niatnya tetap puasa Ramadhan hanya diniatkan untuk bersama dengan melaksanakan Suluk.
5.   Syawal, tanggalnya tidak tertentu, niatnya digabungkan dengan pelaksanaan puasa 6 bulan Syawal.
6.  Zulhijjah, tanggal 1 s/d 9. Untuk suluk 10 hari dimulai akhir bulan Zulkaedah dilanjutkan 1 s/d 9 Zulhijjah (ditutup dengan puasa Arafah). Ingat tanggal 10, 11, 12, 13 haram berpuasa (Idul Adha dan hari Tasyriq).
7.  Untuk yang melaksanakan suluk selama satu bulan dapat mengambil bulan Zulkaedah  (Nabi Musa) ataupun bulan Ramadhan seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di Gua Hira.
8.   Untuk yang mengambil suluk selama 40 hari dapat melaksanakan di bulan Zulkaedah dan ditambah 10 hari bulan Zulhijjah seperti yang dilakukan oleh Nabi Musa a.s.
Untuk bulan-bulan yang lain seperti : Safar, Rabiul Awwal, Rabiul Akhir, Jumadil Awwal, Jumadil Akhir dan Zulkaedah tiada amalan sunnat yang khusus atau istimewa, melainkan amalan sunnat seperti biasa. Namun yang akan melaksanakan di bulan-bulan tersebut tidak juga dilarang, hanya tidak mendapatkan keistimewaan seperti bulan-bulan yang dijelaskan diatas.
  Ada beberapa rukun suluk yang harus dijalankan, oleh mereka yang bersuluk diantaranya adalah :
  • Mengisi malam dengan ibadah / dzikir.
  • Diusahakan selalu dalam keadaan berwudhu baik siang maupun malam.
  • Melaksanakan dengan chalwat / menyendiri / menyepi, tidak boleh beramai-ramai (harus sendiri-sendiri di tempat sunyi).
  • Mengosongkan perut (berpuasa di siang harinya) dan mengurangi makanan yang merangsang hawa nafsu.
  • Terus menerus, tidak boleh putus, sampai batas waktu yang dikehendaki.
Jika hal-hal tersebut dilanggar maka suluknya menjadi bathal dan harus diulangi kembali.
Selain hal tersebut di atas, juga jangan meninggalkan apa yang diperintahkan atau diwajibkan Allah, dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah.
Dan khusus untuk suami istri, kalau dapat untuk sementara diusahakan tidak melakukan hubungan suami  istri selama masa suluk dijalankan.
Maka untuk seorang istri yang akan melaksanakan Suluk diusahakan mohon ijin kepada suaminya dengan sebaik-baiknya, dan mohon keikhlasan dan keridhoannya.